masukkan script iklan disini
Tokoh masyarakat Kabupaten Siak, Farizal, mendesak Satgas Penegakan Hukum (PKH) Provinsi Riau untuk menyita lahan sawit milik PT Triomas apabila terbukti berada di kawasan hutan negara
Menurutnya, perusahaan tersebut diduga telah merambah lahan melebihi izin Areal Penggunaan Lain (APL) yang dimiliki.
“Kalau terbukti ada di kawasan hutan, lahan itu harus disita dan diserahkan ke Agrinas untuk dikelola bersama masyarakat lewat koperasi,” ujar Farizal di Siak, Sabtu (23/8/2025).
Desakan ke DPRD
Selain meminta tindakan dari Tim PKH, Farizal yang juga warga Desa Teluk Lanus dan Desa Penyengat, Kecamatan Sei Apit, mendesak DPRD Siak agar segera mengambil langkah tegas atas dugaan pelanggaran hukum dan lingkungan oleh PT Triomas.
Ia mengusulkan DPRD menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan menghadirkan pihak PT Triomas, unsur Muspida, LSM lingkungan, serta media massa.
“Kami minta DPRD Siak memanggil PT Triomas dan seluruh pihak terkait agar permasalahan ini dibahas secara terbuka,” tegasnya.
Dugaan Pelanggaran
Farizal menyebut, dugaan pelanggaran mulai mencuat setelah Bupati Siak melakukan inspeksi mendadak beberapa waktu lalu. Sejumlah LSM lingkungan juga menemukan indikasi penyalahgunaan izin.
PT Triomas diduga membangun pabrik kelapa sawit berkapasitas 60 ton TBS per jam dan pelabuhan dengan memotong aliran sungai. Padahal, izin yang dimiliki hanya terbatas pada lahan sawit seluas ±6.335 hektare.
Sejarah Panjang Operasi
Farizal menuturkan, sejak 1970-an PT Triomas telah beroperasi di kawasan itu dengan melakukan penebangan kayu gelondongan (log) yang diekspor ke Jepang. Aktivitas tersebut menyebabkan kerusakan parah pada ekosistem gambut.
“Sejak kecil saya menyaksikan bagaimana ganasnya PT Triomas merambah kayu log di Teluk Lanus. Dari keuntungan itu mereka membangun kebun dan pabrik sawit, sementara masyarakat tetap miskin hanya jadi buruh kasar,” ucapnya.
Setelah kayu habis, lanjutnya, izin perusahaan yang awalnya untuk penanaman sagu justru dialihkan ke sawit.
Minim Kontribusi
Meski sudah beroperasi lebih dari lima dekade, Farizal menilai kontribusi PT Triomas terhadap masyarakat sangat minim. Tidak ada anak desa yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi berkat dukungan perusahaan.
Hingga kini, akses menuju Desa Teluk Lanus masih terisolasi. Perjalanan hanya bisa ditempuh lewat jalur laut menggunakan motor rakyat dengan waktu tempuh 6–7 jam dari Pelabuhan Buton.
Masyarakat juga menilai pembangunan pabrik dan pelabuhan tanpa izin lengkap mencerminkan pengabaian terhadap pemerintah daerah maupun DPRD Siak.
“Sejak 55 tahun lalu rakyat kami hanya jadi penonton dan buruh kasar. Kami berharap DPRD segera menindaklanjuti permintaan kami dengan hearing terbuka,” pungkas Farizal.
Sementara itu PT.Triomas tersebut sudah pernah juga di gugat di pengadilan Negeri Siak oleh salah satu yayasan,karena di duga PT.Triomas telah menguasai lahan hutan milik negara.
Pihak PT.Triomas juta di tuding tidak ada membayar pajak kenegara dan mengelola lahan negara tanpa memiliki izin yang sah dari Negara.